Senin, 09 April 2012

Data Koperasi Sebagai Soko Guru Perekonomian


I. PENDAHULUAN

Di dalam makalah ini pada dasarnya penulis membagi penyajiannya menjadi dua bagian . bagian pertama mengutarakan pandangan penulia mengenai Ekonomi Pancasila dan bagian kedua berisi pandangan mengenai perkoperasian dalam rangka Ekonomi Pancasila itu.

Focus utama pada bagian pertama adalah mengenai orientasi dari pada Ekonomi Pancasila. Sedangkan pada bagian kedua  yang diutamakan adalah penyajian mengenai aiasan pembenaran (justification dan merits) soko-guruan  koperasi  itu sendiri, yang tidak semata-mata berdasarkan pada alas an normative / legal saja. Dalam bagian kedua ini juga diutarakan masalah-masalah pra-kondisi kesoko-guruan dan pembinaan koperasi.

II. Perekonomian Indonesia Disusun Berdasarkan Pancasila
Perekonomian Indonesia disusun berdasarkan filsafat dan ideology Negara, yaitu Pancasila. Perekonomian yang disusun berdasarkan Pancasila adalah Ekonomi Pancasila. Kalimat pertama pada satu pasal utama mengenai ekonomi pada UUD 1945 mengatakan; “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Perkataan disusun mengisyaratkan adanya tindakan aktif, yaitu menyusun melalui rencana.

Secara ideologis-normatif sumber daripada dasar penjabaran Ekonomi Pancasila adalah  Pancasila sendiri  sebagaimana dinyatakan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta khususnya Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya pasal-pasal 23, 27 ayat (2), dan 34 Undang-Undang Dasar 1945 memberikan isi dan dimensi lebih lanjut pada Ekonomi Pancasila itu.

Sesuai dengan Sila-sila daripada Pancasila dan isi pasal-pasal didalam maupun diluar BAB Kesejahteraan Sosial  yang berkaitan dengan kehidupan perekonomian. Maka secara garis besar Ekonomi Pancasila adalah ekonomi yang berorientasi pada sila-sila daripada Pancasila, yaitu berorientasi pada : Ketuhaan Yang Maha Esa (adanya etik moral agama, bukan materialism); kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan/eksploitasi, modernisasi); persatuan (kekeluargaan, kebersamaan, gotong-royong , tidak saling mematikan, bantu-membantu antara yang kuat dan  yang lemah, nasionalisme dan patriotisame ekonomi); kerakyatan (demokrasi ekonomi,mengutamakan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta keadilan social (persamaan, kemakmuran masyarakat yang utama, bukan kemakmuran orang-seorang).
Dalam memberi tekanan utama pada keadailan/pemerataan, tidak berarti pertumbuhan diabaikan. Mengutamakan aspek keadilan/pemerataan, tidak harus bersikap anti pertumbuhan. Pertumbuhan adalah syarat yang harus dipenuhi untuk memberi isi dan makna pada pemerataan.
Dalam Ekonomi Pancasila, keadilan social adalah sekaligus titik-tolak, mekanisme pengontrol, dan tujuan  Pembangunan Nasional. Hal ini berlaku, baik cara memperbesar maupun cara membagi serta cara menyebarkan asset dan kue nasional.

   Jika dalam tiga Pelita yang lalu dirasakan pandangan demikian belum dilaksanaklan, hal ini harus diartikan sebagai berlakunya kebijaksanaan darurat, suatu kebijaksanaan berdasarkan prakmatisme. Dengan usaha pembangunan nasional maka kadar Ekonomi Pancasila akan kian memperoleh isi dan makna.

1. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Sebagai Dasar Penjabaran
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 adalah pedoman utama bagi orientasi dan penjabaran penyusunan (perencanaan membangun) perekonomian Indonesia.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menggariskan:

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Penjelasan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 haruslah lebih jauh daripada sekedar diakui adanya tiga bentuk kegiatan atau bangun perusahaan, yaitu perusahaan Negara, perusahaan swasta dan koperasi. Dengan adanya tiga bentuk perusahaan itu tidak berarti perekonomian telah sesuai dengan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Di pihak lain, adalah kurang benar pula mengertikan bahwa satu-satunya bentuk perusahaan yang diperkenalkan oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 hanyalah koperasi. Namun adalah benar bahwa satu bentuk perusahaan berasas kekeluargaan dan sekaligus merupakan usaha bersama adalah koperasi.
Ayat (1) pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945  tidak dapat dipisahkan pengaruhnya terhadap ayat(2) dan ayat(3); ayat (1) pasal ini tetap melandasi, mewarnai dan menjiwai bentuk-bentuk usaha lain yang ada, yang hakekat dan peranannya sesuai dengan petunjuk-petunjuk ayat (2) dan ayat (3). Artinya di dalam kegiatan usaha swasta, apakah itu berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau lainya, apakah itu asing, domestic perbumi maupun domestic non-peribumi, harus dihidupkan puka semangat keusaha-bersama dan berasaskan kekeluargaan.

 Usaha berasama atas dasar asas kekeluargaan ialah koperasi. Kopereasi memang tidak disebutkan di dalam pasal33 Undang-Undang Dasar 1945  tetapi di dalam Penjelasan disebutkan bahwa “bangunan perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi”. Penjelasan ini yang pada jaman MPRS pernah diusulkan agar dirubah. Namun usaha ini ditolak. Penjelasan semacam itu memang harus dipertahankan. Sebagai “das Sollen” harus tetapi demikian, agar semangat keusaha-bersamaan dan hakikat usaha dengan asas kekeluargaan tidak gampang munudar sebagai cita-cita dan bahkan harus menjadi alat pengikat cita-cita sosialisme yang kita kehendaki.

Pada masa-masa lampau perkataan koperasi sebagai soko-guru (tulang punggung) perekonomian bangasa sering terdengar, terlepas dari berbagai kegagalan yang ada dalam pertumbuhanya. Perkataan soko-guru atau tulang punggung ini hampir tidak terdengar lagi, di dalam GBHN 1978 dan 1983 perkataan soko-guru atau tulang punggung khusus bagi koperasi tidak ada.

Dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang sosialistis kita temukan semangat kolektivisme atau dasar koperasi social. Di atas koperasi social yang lama dibentuk menjadi bangun yang tidak kenal sekarang: koperasi. Akar pandangan hidup kekolektivan (perkauman) inilah yang memperkuat sifat koperasi sebagai soko-guru perekonomian bangsa.

2. Semangat Kebersamaan 

 Bagaimana semangat kebersamaan  dapat dijelmakan dalam kenyataan diluar bangun koperasi? Di dalam bangaun usaha, misalnya saja Perseroan Terbatas (PT). PT jelas adalah kumpulan modal, dan bukan kumpulan orang. Kebersamaan tidak saja dalam bentuk gotong-royong, sama-sama bertanggung jawab, atau “melu handarbeni”,  tetapi juga dalam bentuk ikut memiliki modal bersama.
 
Unsur keusaha-bersamaan perlu dihidupkan pula pada PT, sehingga dapat tertahan dan terkendali sifat kapitalisme yang muncul dari dalamnya. Dengan semangat keusaha-bersamaan ini buruh-buruh dan karyawan-karyawannya harus dapat ikut memiliki saham perusahaan. Dengan denikian modal PT ini merupakan modal bersama, betapapun mungkin masih akan pincang komposisinya pada tahap-tahap tertentu. System pengupahan dan penggajian perlu diatur sehingga sebagai upah dan gaji dapat diarahkan kepada pemilikan saham oleh buruh dan karyawan. Uang lembur, hadiah lebaran, THR, kenaikan upah dan gaji serta lain-lain insentif bahkan tanda jasa untuk buruh dan karyawan,  dapat dibayarkan dalam saham atau pecahan-pecahan. System pemberian kesempatan ikut memiliki saham oleh buruh dan karyawan dapat sekaligus bersifat mendidik mereka tidak boros, tidak konsumtif dan maupun memahami arti menabung. Dalam kenyataan baru beberapa perusahaan yang mulai “merintis” semangat kebersamaan ini. Ini pun masih semu kiranya
Di samping itu perlu dirintis pemberian saham untuk buruh dan karyawan yang diatur melalui system “equity loan”  dari atau atas jaminan perusahaan.

3. Asas Kekeluargaan

 Bagaimana asas kekeluargaan dapat mewarnai dan dijelmakan di dalam kehidupan usaha di luar bangun koperasi? Bagaimana misalnya di dalam PT asas ini harus diterapkan?

Di dalam bangun  usaha non-koperasi lain misalnya PT perlu ditumbuhkan koperasi oleh para buruh, karyawan dan majikan, sehingga terciptalah asas kekeluargaan di dalam suatu bangunan kapitalistik ini. Hubungan antara buruh, karyawan dan majikan sebagai anggota koperasi satu sama lain dapat lebih nyata terjalin sebagai hubungan orang-perorang. Hubungan antar mereka sebagai anggota kopereasi satu sama lain mencerminkan orng-orang bersaudara, bukan hubungan antar alat-alat atau factor-faktor produksi. Buruh dan karyawan bukan factor produksi tetapi adalah partner berproduksi. Mereka adalah “partner in progress”. Dewasa ini semangat kekeluargaan masih merupakan perjuangan daripada kemyataan yang patut dibanggakan. 

Sesuai dengan bunyi ayat (1) pasal 33 UUD 1945 bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”, mengisyaratkan interpretasi, jika ada perusahaan/usaha ekonomi yang tidak melaksanakan keusaha-bersamaan dan asas kekeluargaan, maka perusahaan/usaha ekonomi itu bukan merupakan bagian/tidak berhak disebut sebagai bagian dari perekonomian nasional, dengan segala konsekwensi dalam hak dan kewajibannya.

4. Hajat hidup orang banyak dan dikuasai oleh Negara

Mengenai ayat (2) dan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945   kalimat “ menguasai hajat hidup orang banyak” ( yang tidak lain dan tidak bukan adalah “basic needs”) dan “digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” adalah ekspresi daripada adanya orientasi kerakyatan dan keadilan social yang kuat. Strategi pembangunan decade 70-an (ILO) yang melaksanakan pada “basic need strategy”,  telah dicanangkan sejak tahun 1945 pasal 33 UUD 1945.

Untuk yang penting bagi Negara dan untuk hajat hidup orang banyak itu, maka cabang-cabang produksi perlu benar-benar “diuasai oleh Negara”, hal ini memberikan petunjuk langsung bahwa mekanisme pasar atau mekanisme harga bebas tidak boleh berlaku di dalam perekonomian. Yang penting dan menjadi tujuan utama adalah pengamanan kepentingan Negara dan kepentingan rakyat banyak itu. Mekanisme pasar yang ada adalah suatu mekanisme yang harus dimanipulir baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjamin kepentingan Negara dan kepentingan rakyat banyak itu. Apa yang penting untuk Negara itu pun pada hakekatnya adalah untuk kepentingan rakyat banyak, untuk melindungi segenap  bangsa Indonesia. (mekanisme pasar bebas di dalam situasi pasar yang tidak sempurna, di samping tidak dengan sendirinya menjamin kepentingan itu, juga tidak menjamin pemerataan, perubahan stuktural dan fundamental daripada perekonomian nasional, tidak mendorong perubahan sikap dalam kehidupan ekonomi, menumbuhkan berbagai ketimpangan antara pelaku dan kelopok –kelompok ekonomi dan sebagainya). Di sinilah titik-tolak daripada perlunya ekonomi perencanaan, suatu system ekonomi yang terpimpin yang tidak menyerahkan diri terhadap jalannya kekuatan-kekuatan ekonomi pasar bebas yang tidak dapat menjamin terselenggaranya masyarakat yang adil dan makmur.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945  yang ayat(2) dan ayat (3) nya memberi peranan dan tempat pernting pada Negara, adalah etatisme.  Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945   menghendaki adanya etatisme, tetapi bukan etatisme penuh atau mutlak sehingga dominasi Negara itu mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi ekonomi di luar sector Negara. Etatisme mengenal tingkatan. Etatisme yang dikehendaki ayat(2) dan ayat (3) itu adalah etatisme yang paternalistic, yang menghendaki negra sebagai pengangkat martabat, mendorong perkembangan dan pertumbuhan ( agent of development), pengamman kepentingan rakyat banyak, atau pun sebagai pelindung seluruh tumpah darah.

5. Ekonomi perjuangan
Yang perlu dikemukakan di sini adalah, bahwa Ekonomi Pancasila adalah ekonomi perjuangan. Perjuangan untuk merelasasi cita-cita kemerdekaan sehingga tercapai Indonesia yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Ekonomi Pancasila, sejalan dengan perjuangan kedaulatan politik, menetapkan dasar pembangunan ekonomi nasional melalui perjuangan kedaulatan ekonomi. Economic sovereignty adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari  political sovereignty. Dalam Ekonomi Pancasila maka relevanlah tuntutan-tuntutan “menjadi tuan di negeri sendiri”, sebagai ekspresi kemerdekaan dan kedaulatan bangsa yang berkepribadian. Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi dalam arti luas, memberi isi pada arti perjuangan Ekonomi Pancasila, melepaskan dominasi ekonomi asing dan system ekonomi dibawahnya, serta menegakkan ekonomi nasional yang berurientasi kepada kepentingan nasional secara dinamis dan kepentingan rakyat banyak.
 
6. Koperasi sebagai soko-guru dan tulang punggung 

 Koperasi merupakan soko-guru atau tulang punggung perekonomian Indonesia karena koperasi mengisi baik tuntutan konstitusional maupun secara strategis mengisi tuntutan pembangunan dan perkembanagannya. Koperasi merangkum aspek kehidupan yang bersifat menyeluruh, substantive makro dan bukan hanya partial makro. Catatan kecil dari penulis: Pada Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 1982, Presiden mengatakan bahwa koperasi adalah sebuah satu soko-guru perekonomian, mungkin dimaksudkan beliau dalam arti kuantitatif,  yaitu bahwa koprasi merupakan salah satu penyumbang pada produksi nasional (Produk Domestik Bruto). Penulis berpendapat bahwa koperasi adalah soko-guru (bukan salah satu) tidak saja pada pengertian kuantitatif, yaitu bahwa koperasi merupakan aspek kehidupan social-ekonomis yang sifatnya menyeluruh, substantive makro dan bukan hanya partial mikro. Koperasi dapat hidup pula di dalam bangun-bangun usaha non-koperasi tetapi tidak sebaliknya.

III. Mengapa koperasi adalah soko-guru perekonomian 

Kesoko-guruan koperasi dalam ekonomi nasional akan diuraikan di bawah ini untuk melengkapi justification yang tidak semata-mata normative.

1. Koperasi merupakan wadah penampung pesan politik bangsa terjajah yang miskin ekonominya dan didominasi oleh system ekonomi penjajah. Koperasi menyadarkan kepentingan bersama, menolong diri sendiri secara bersama dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan produktif. Dengan demikian koperasi menjadi penting sebagai organisasi perekonomian rakyat dalam perlawanannya terhadap penindasan system modal asing colonial dan Pemerintahan colonial. “… Di bawah penindasan modal raksasa asing, dengan pemerintahan asing sebagai pelindung alamiahnya, seperti halnya di Indonesia sekarang ini, dan yang hanya menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan, maka halnya system penghidupan perekonomian rakyat yang diorganisir secara koperasi akan dapat melawan dengan berhasil. Koperasi adalah juga bentuk pengorganisasian perekonomian rakyat, yang dapat memberikan dasar-dasar kokoh kuat bagi pembangunan kembali ekonomi kita….” (pidato inaugurasi Bung Hatta tahun 1926 untuk menjabat ketua Perhimpunan Indonesia, asli dalam bahasa Belanda).

2. koperasi adalah bentuk usaha yang tidak saja menampung tetapi juga mempertahankan serta memperkuat identitas dan budaya bangsa Indonesia. Kepribadian bangsa bergotong-royong dan kekolektivan akan tumbuh subur didalam koperasi. Selanjutnya koperasi sendiri akan lebih terbangun dengan lebih menguatnya budaya itu.
3. koperasi adalah wadah yang tepat untuk membina golongan ekomoni kecil/pribumi. Kelompok ekonomi kecil/peribumi adalah masalah makro, bukan masalah partial di dalam kehidupan ekonomi kita, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Dalam hubungan ini koperasi memupuk kekuatan ekonomibersama antara yang lemah untuk menghadapi kekuatan –kekuatan besar yang merugikan dan mematikan yang kecil-kecil. Koperasi di sini lebih daripada memupuk kemandirian dan meningkatkan kemampuan produktid anggotanya melalui swakarsa dan swadayai saja, tetapi terutama memupuk kesadaran ekonomi dan solidarita.

4. Seperti dikatakan oleh GBHN, kperasi adalah lembaga ekonomi yang berwatak social. Sebagai wahana sosial-ekonomi kesoko-guruan koperasi bersifat menyeluruh (substantive makro) karena koperasi dapat hidup di dalam bangunan-bangunan usaha lain yang non-koperasi. Koperasi dapat hidup pula, baik di dalam bangunan usaha swasta apakah itu PT,CV dan lain-lain, di dalam bangun usaha Negara (perusahaan Negara), maupun di dalam instansi-istansi lain khususnya kantor-kantor Pemerintah.

5. koperasi adalah wahana yang tepat untuk merealisasi Ekonomi Pancasila terutama karena terpenuhinya tuntutan kebersamaan dan asas kebersamaan dan asas kekeluargaan. Dalam keseluruhan, koperasi adalah kemakmuran rakyat sentries.

IV. Proklamasi untuk peran koperasi menjadi soko-guru perekonomian 

Menyusun suatu pemikiran untuk mengidentifikasi prakondisi atau syarat-syarat yang perlu dipenuhi agar koperasi benar-benar dapat menjadi tulang punggung atau suko-guru perekonomian adalah bagian tersulit dalam masalah pembangunan koperasi. Apalagi mengingat panjangnya dan luasnya pengalaman kegagalan-kegagalan serta terbatasnya aneka keberhasilan.

 Makalah ini tidak berpretensi untuk dapat memberikan suatu prakondisi yang tuntas. Beberapa prakondisi yang dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:

1) Adanya tekad politik yang konsekwen dari seluruh perilaku ekonomi untuk melaksanakan pesan konstitusional menyusun Ekonomi Pancasila

2) Berhasilnya dipupuk dan ditingkatkan kesadaran akan makna koperasi dan kesadaran untuk berkoperasi, sehingga koperasi bukan lagi merupakan dari “atas” tetapi merupakan “ gerakan spontan massa”. Hingga saat ini masih banyak koperasi didirikan karena perintah pejabat dan mencari fasilitas.

3) Koperasi harus dapat masuk kedalam perekonomian nasional secara integrative, segingga koperasi tidak saja menjadi obyek pembinaan ekonomi tetapi juga harus mampu menjadisubyek yang ikut menentukan kegiatan perekonomian secara strategis. Adanya koperasi harus merupakan kekuatan yang diperhitungkan oleh bangun-bangun usaha koperasi-koperasi lain. Dengan bangun-bangun usaha lain, koperasi harus mempunyai hubungan interdependensi yangn menentukan, hubungan itu bukan hubungan dependensi. Dengan kata lain, koperasi harus mempunyai rung gerak seluas-luasnya. Koperasi harus meluas tidak saja dalam kuantitas dan kualitas secara tradisional, tetapi juga secara dimensional menguasai pula sector-sektor kegiataan perekonomian dalam tingkat makto-ekonomi. Pra-kondisi konsepsional demikian ini, tentu saja menurut berbagai pra-kondisi teknis-teknis lebih lanjut.

Di dalam banyak hal, secara tidak sadar koperasi melakukan “ isolasi” terhadap ruang gerak dan ruang usahanya sendiri, baik yang berdasar pada teritori, ketentualegal, kebijaksanaan, pola-pikir maupun sikap protektif dari pemerintah. Isolasi ini menghambat pengintegrasian koperasi kedalam perekonomian koperasi.

4) Dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan sesuai dengan Ekonomi Pancasila dalam skala makro-ekonomi, dengan perinsip kehidupan gotong-royong, saling menunjang dan isi-mengisi, maka sector koperasi yang dalam kenytaanya masih lemah dan tertinggal dari sector-sektor lain, harus secara integrative ditarik maju dan masuk kedalam proses perekonomian nasional secara intensif. Pengintegrasian ini adalah proses perjuangan, namun dengan system peraturan yang tepat oleh Pemerintahan dan kesadaran dari sector-sektor non-koperasi dapat dihindarkan perjuangan itu menemui rintangan dan merupakan pemborosan nasional belaka. Pengintegrasian ini akan meningkatkan ketahanan nasional.

5) Semua peraturan perundangan yang sejiwa dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 harus dilaksanakan secara konsekwen. Sebaliknya semua peraturan perundangan yamh bertentangan dengan jiwa dan penjabaran pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pembangunan dan pengembangan koperasi secepatnya decabut.

Mengutip hasil perumusan Panitia Seminar Penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (oktober 1977): “… Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 harus kita laksanakan terus, walaupun perekonomian dunia sekarang ini menuju kearah interdependensi global”. 

6) koperasi harus dapat melaksanakan kebijksanaan komersialnya secara cukup fleksibel sebagaimana perusahaan swasta lainnuya. Antra lain koperasi tidak hanya menylenggarakan kegiatan usaha di bidang komoditi tertentu saja (tanpa kemungkinan diversifikasi) dengan harga komoditinya yang ditentukan pula (oleh Pemerintah). Wilayah kerja koperasi pun sebaiknya tidak dibatasi. Pada hakikatnya pembatasan ini akan mengurangi  kesempatan berpengalaman dan memagari peranan.

7) Tersedianya bantuan teknis dan dapat ditingkatkanya kemampuan teknis-operasional koperasi. Prakondisi teknis itu meliputi antara lain: financial/perkreditan, keahlian managemen, logistic, dan teknik kerjasama (pendayagunaan peranan Dekopin)
Tidak sedikit  kegagalan koperasi atau kemandegan dalam perkembangannya semata-mata karena alas an teknis operasional ini.

8) Koperasi sebagai sector kehidupan ekonomi yang nasih lemah perlu mendapat perlindungan sebagaimana perlindungan terhadap “ infan industries”  yang diberikan dengan tetap memberikan persyaratan yang mendidik dan memperhitungkan “efficiency lost” yang terjadi.

V. Tahap-tahap pembinaan koperasi 

Dalam usaha meningkatkan pengembangan koperasi, perlu dibedakan berbagai tahap pembinan, untuk usaha menumbuhkan koperasi ataupun untuk meningkatkan koperasi yang berbeda tingkat perkembanganya, diperlukan system tahap pembinaan yang berbeda pula
Tahap-tahapnn itu adalah 

1. tahap meningkatkan kesadaran 

Tahap ini dapat dibagi menjadi dua;

a. Tahap citra: yaitu tahapan untuk memberikan citra positif mengenai koperasi. Dalam tahap pembinaan citra ini , citra kegagalan koperasi pada masa lampau yang menjerakan masyarakat harus dapat dihapuskan dengan memamerkan koperasi-koperasi dewasa ini.

b. Tahap membentuk kesadaran: yaitu tahapan pembinaan utntuk membentuk /meningkatkan kesadaran berkoperasi. Dalam tahapan ini masyarakat harus dapat disadarkan bahwa koperasi di ssamping merupakan “jalan terbaik” untuk mencapai keadilan dan kemakmuran umum, juga merupakan bentuk usaha yang sesuai dengan falsafat bangsa Indonesia.

Dalam tahap meningkatkan kesadaran ini, pemerintah dengan bantuan masyarakat, harus aktif dapat menunjukan dan memberikan bukti-bukti nyata akan keampuan koperasi. Kesadaran juga perlu ditingkatkan melalui penalaran akan kebenaran kopersi ini di dalam system pendidikan nasional sehingga masyarakat dapat berorientasi kepada system ekonomi dimana koperasi memperoleh pembenaran dan keterikatan nasional.

2. Tahap pemerintah menuntut dari atas secara penuh

 Dalam tahap ini Pemerintah memenuhi persyaratan yang diperlukan agar kopersi bisa berdiri  dan mulai berkoperasi, pemerintah ijin yang diperlukan dan kemudahan fisik, bantuan penyusunan program bimbingan pengelolaan, pembiayaan, bantuan kredit, jatah dan lain-lain sampai koperasi dapat beroperasi merupakan tahapan “tuntas” ini.

3. Tahap de-ofisialisasi

   Tahapan ini adalah tahapan di mana Pemerintah mulai mengurangi berbagai bantuanya  dengan tetap menjaga kemungkinan kegagalan dalam nencapai kemandirian. Campur tangnan pemerintah makin tidak langsung dan konsultatif.

4. T ahap kemandiriaa/otonom

Dalam tahap ini campur tangan pemerintah hanya dalam tingkat monitoring/ pengamanan melalui kebijaksanaan makro, pada tingkatan ini. Koperasi benar-benar mandiri, dapat ber-swakarya dan berswasenbada mewlalui swakarsanya.

VI. Penutup

1. Tolak ukur

 Apa yang belum disinggun g dalam makalah ini adalah masalah tolak ukur keberhasilan dan keberhasilan koperasi ( tolak ukur keberhasilan Pembangunan Nasional justru telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu jika koperasi belum berkembang maju, maka Pembangunan Nasional belum di katakana berhasil. Ditegaskan oleh bapak Presiden “ kalau koperasi  belum berkembang dengan baik, dengan sendirinya masyarakat adil dan makmur belum tercapai”. Penegasan oleh Bapak Presiden ini memberikan kemantapan yang menggembirakan). Diharapkan dalam forum ini dapat menolong lahirnya gagasan-gagasan mengenai tolak ukur ini. Tolak ukur  harus dikaitkan dengan misi utama pembangunan koperasi menuju kepada koperasi sebagai soko-guru perekonomian Indonesia. Prakondisi kesoko-guruan betapa sederhananya telah ditulis di atas.Prakandisi ini diharapkan dapat menjadi salah satu titik-tolak penyusun tolak ukur keberhasilan itu.

2. Pembinaan 

Dalam pembinaan koperasi melalui berbagai system tahapan tersebut di atas, berbagai hal perlu  diperhatikan:

a. Campur tangan Pemerintah di dalam pembinaan harus selektif,  terbats pada hal-hal maupun pada koperasi-koperasi yang benar-benar di perlukan sehingga tidak menimbulkan penghamburan dana dan daya Pemerintahan serta tidak mengambil oper pekerejaan pimpinan koperasi. Jangan sampai Pemerintah yang akhirnya berkoperasi sedangkan pemimpin/anggota menjadi pihak yang pasif.

b. campur-tangan Pemerintah harus traktis-strategis, yaitu campur tangan secara khas yang diarahkan kepada peningkatan kesadaran  berkoperasi. Koperasi adalah persatuan orang bukan persatuan modal. Jadi target pembinaanya adalah pada orangnya, dan orang ini akan tetap bersekutu secara dinamis dan progrensif jika kesadarannya yang dibina. Kesadaran pawagai negri mestinya cukup tinggi untuk berkoperasi.

c. Di dalam setiap tahapan system pembinaan campur-tangan Pemerintah harus secara khas diarahkan kepada peningkatan kemandirian manusia-manusianya. Peningkatan kesejahtraan harus tiba bersama-sama kemampuan kemandirian.

d. Bantuan teknis dari Pemerintah berupa tenaga ahli atau tenaga administrasi (pewagai negri) yang di berikan kepada koperasi-koperasi, perlu disertai dengan peringatan dan keberhati-hatian. Bagaimanapun juga masyarakat kita masih feodalistis, masih melihat pegawai negri atau orang Pemerintah sebagai atasan yang ditakuti, harus dianut dan dihormati. Di lain pihak orang pemerintah tidak gampang bersikap rendah hati. Setiap “sok kuasa”, sikap suka memerintah (yang lebih nyata dari pada sikap suka melayani), jika muncul dapat menghancurkan iklim berkoperasi. Sikap feodalistis- birokratis ini akan bertentangan dengan jiwa kopreasi. Jika kita tidak berhati-hati benar-benar dapat terjadi bahwa yang  berkoperasi adalah pemerintahan sendiri.

e. Kepada para pegawai negeri dapat diharapkan adanya kesadaran dan kemandirian lebih tinggi daripada masyarakat umumnya. Oleh karena itu adalah taktis-strategis untuk membina koperasi percontohan.

f. Di dalam setiap bangun usaha yang non-koperasi, harus selekasnya dapat didirikan kopersi bagi karyawannya. Dengan kepemimpinan dan kemampuan manajemen yang ada di dalam perusahaan-perusahaan yang bersangkutan, koperasi antar karyawan itu akan dapat “ketularan” keahlian mamajemen itu. Pendirian koperasi karyawan itu dalam perusahaan Negara, PT, CV dan seterusnya, serta dalam instansi pemerintah (KOperasi Pegawai Negri) dapat menjadi potensial, teknis dan strategis.

g. Pemerintah harus meningikut-sertakan dan memanfaatkan gerakan-gerakan perkoperasian yang dilakukan oleh organisasi-organisasi masyarakat pecinta koperasi, partisipasi mereka akan banyak membantu Pemerintahan dalam membina koperasi.

h. Koperasi juga dapat tumbuh melalui kerjasama, saling pengertian dan saling mengutamakan dalam system “anak angkat dan bapak angkat” antara pengusaha besar dan pengusaha kecil. Untuk meringankan beban Pemerintah dalam membina koperasi, maka pengusaha besar dapat dimanfaatkan untuk membina koperasi. Seminar Permasalahan Ayam dan Telur antara para peternak besar dan kecil yang deselenggarakan oleh Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia tanggal 28 September 1981 yang lalu membawa hasil terbesar, yaitu diperolehnya kesedihan yang kecil untuk dibina, terutama melalui bentuk usaha koperasi.
Adalah keliru tidak memanfaatkan yang besar dan hanya berorientasi untuk menahan perkembangan yang besar, bahkan secara terburu-baru “memotong” yang besar. Namun hubungan antara keduanya harus tetap merupakan hubungan interdependensi.

i. Dalam usaha meningkatkan pemerataan usaha melalui koperasi, orientasi pembangunan harus tetap pada mementingkan “hajat hidup orang banyak” atau mengutamakan pandangan kesejahteraan rakyat. Jangan sampai pengikatan koperasi tidak seiring atau merugikan masyarakat luas (konsumen). Semua kepentingan (kepentingan konsumen, kepentingan produsen dan kepentingan program pemerintah) harus sama-sama dilindungi melalui kacamata mengutamakan hajat hidup orang banyak itu.

j. kesadaran akan perlunya berkoperasi (baik karena adanya suruhan konsitusional maupun karena adanya mangfaat social ekonomis dan strategis) perlu ditingkatkan melalui pameran-pameran keberhasilan  dan penyebaran pengalaman keberhasilan. Peranan Tv dan RRI dan lain media masa dalam hal ini perlu ditingkatkan. Di samping itu jiwa dan kecantikan berkoperasi sebagai orientasi hidup bangsa Indonesia, harus ditenggelamkan melalui system pendidikan nasional kita.


   

                      











Tidak ada komentar:

Posting Komentar